Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa lepas dari yang namanya orang lain. Begitu pula dengan remaja. Ia memerlukan interaksi dengan orang lain untuk mencapai kedewasaannya. Yang perlu dicermati adalah bagaimana seorang remaja itu bergaul, dengan siapa, dan apa saja dampak pergaulannya itu bagi dirinya, orang lain, dan lingkungannya.
Untuk itu kita lihat terlebih dahulu pengertian pergaulan. Pergaulan berasal dari kata gaul. Pergaulan itu sendiri maksudnya kehidupan sehari-hari dalam persahabatan ataupun masyarakat. Namun tidak demikian dikalangan kebanyakan remaja saat ini. Gaul menurut dimensi remaja-remaja yang katanya modern itu adalah ikut dalam trend, mode, dan hal lain yang behubungan dengan keglamoran hidup. Harus masuk kedalam geng-geng, sering nongol dan konkow-konkow diberbagai tempat seperti mall, tempat wisata, game center dan lain-lain. Yang mana pada akhirnya, gaul dimensi remaja akan menimbulkan budaya konsumtif.
Yang patut disayangkan pula dari “gaul” kebanyakan remaja saat ini adalah standar nilainya diambil dari tradisi budaya ataupun cara hidup masyarakat nonmuslim. Cotoh, baju yang dipakai itu modelnya harus sesuai dengan mode-mode yang berkembang di dunia internasional saat ini. Dan bisa kita lihat pakaian-pakaian tersebut jarang sekali ada yang cocok dengan kriteria pakaian yang pantas secara islam.
Solidaritas dan kesetiakawanan sering dijadikan landasan untuk terjun kedunia hura-hura. Dengan “setia kawan” itu pula kebanyakan remaja mulai merokok, minum minuman keras, mengonsumsi narkoba, dan bahkan sex bebas. Kalau tidak ikut kegiatan-kegiatan geng ataupun teman nongkrong bisa dianggap tidak “setia kawan”. Paradigma seperti itulah yang menggerayangi pikiran sebagian remaja masa kini. Sebenarnya dengan tindakan itu mereka telah merusak kemurnian makna dari solidaritas dan kesetiakawanan itu sndiri.
Jika ditinjau lebih dalam “gaul” tidak akan menimbulkan banyak dampak negatif jika standar nilai yang dipakai untuk mendefinisikan gaul itu, standar nilai yang sesuai dengan syariat islam dan juga budaya timur yang penuh dengan tata karma dan kesopanan. Hanya saja, merubah sesuatu yang sudah mendarah daging disebagian remaja saat ini tidaklah mudah. Semua itu memerlukan sinergi dari semua pihak, baik orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemerintah, dan yang tak kalah pentingnya adalah peran kita sendiri sebagai remaja yang akan menjalani kehidupan dalam bingkai kata “gaul” itu sendiri.
Untuk itu kita lihat terlebih dahulu pengertian pergaulan. Pergaulan berasal dari kata gaul. Pergaulan itu sendiri maksudnya kehidupan sehari-hari dalam persahabatan ataupun masyarakat. Namun tidak demikian dikalangan kebanyakan remaja saat ini. Gaul menurut dimensi remaja-remaja yang katanya modern itu adalah ikut dalam trend, mode, dan hal lain yang behubungan dengan keglamoran hidup. Harus masuk kedalam geng-geng, sering nongol dan konkow-konkow diberbagai tempat seperti mall, tempat wisata, game center dan lain-lain. Yang mana pada akhirnya, gaul dimensi remaja akan menimbulkan budaya konsumtif.
Yang patut disayangkan pula dari “gaul” kebanyakan remaja saat ini adalah standar nilainya diambil dari tradisi budaya ataupun cara hidup masyarakat nonmuslim. Cotoh, baju yang dipakai itu modelnya harus sesuai dengan mode-mode yang berkembang di dunia internasional saat ini. Dan bisa kita lihat pakaian-pakaian tersebut jarang sekali ada yang cocok dengan kriteria pakaian yang pantas secara islam.
Solidaritas dan kesetiakawanan sering dijadikan landasan untuk terjun kedunia hura-hura. Dengan “setia kawan” itu pula kebanyakan remaja mulai merokok, minum minuman keras, mengonsumsi narkoba, dan bahkan sex bebas. Kalau tidak ikut kegiatan-kegiatan geng ataupun teman nongkrong bisa dianggap tidak “setia kawan”. Paradigma seperti itulah yang menggerayangi pikiran sebagian remaja masa kini. Sebenarnya dengan tindakan itu mereka telah merusak kemurnian makna dari solidaritas dan kesetiakawanan itu sndiri.
Jika ditinjau lebih dalam “gaul” tidak akan menimbulkan banyak dampak negatif jika standar nilai yang dipakai untuk mendefinisikan gaul itu, standar nilai yang sesuai dengan syariat islam dan juga budaya timur yang penuh dengan tata karma dan kesopanan. Hanya saja, merubah sesuatu yang sudah mendarah daging disebagian remaja saat ini tidaklah mudah. Semua itu memerlukan sinergi dari semua pihak, baik orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemerintah, dan yang tak kalah pentingnya adalah peran kita sendiri sebagai remaja yang akan menjalani kehidupan dalam bingkai kata “gaul” itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar